Welcome to My Blog

Welcome to My Blog
Dhian Wahyuni

Minggu, 29 Maret 2015

LAPORAN PRAKTEK LAPANG TERPADU OPT HAWAR DAUN (PHYTOPHTHORA INFESTANS) DAN ULAT TANAH (AGROTIS IPSILON) PADA TANAMAN KENTANG


LAPORAN HASIL PRAKTEK LAPANG ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN

HAWAR DAUN (PHYTOPHTHORA INFESTANS) DAN ULAT TANAH (AGROTIS IPSILON) PADA TANAMAN KENTANG




DIAN WAHYUNI
1214 170 044












PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN PETERNAKAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan praktek lapang  ini tepat pada waktunya. Yang dilaksanakan pada tanggal 26-28 Desember 2014 di desa Patappang, kecamatan Tinggi Moncong, kabupaten Gowa Sulawesi Selatan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada  dosen pengampuh dan dosen pengemban ata kuliah Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).  Dan juga kepada Kakak asisten yang telah banyak membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

                                                                            Parepare, 06 Januari 2015
                                                                                              
                                                                                               Penulis




DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.................................................................................. i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1.        Latar Belakang................................................................................ 1
1.2.        Tujuan Praktikum............................................................................ 2
1.3.        Manfaat Praktikum.......................................................................... 2
BAB II KEADAAN UMUM LOKASI KEGIATAN................................... 3
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................... 4
3.1. Hasil....................................................................................................... 4
3.2. Pembahasan........................................................................................ 7
3.2.1. Penyakit yang Menyerang Tanaman Kentang (Hawar Daun)
A.   Taksonomi................................................................................... 7
B.   Sebaran dan Arti Ekonomi....................................................... 7
C.   Morfologi dan Anatomi.............................................................. 8
D.   Siklus Hidup................................................................................ 9
E.   Ekologi......................................................................................... 11
F.    Gejala Serangan........................................................................ 11
G.   Pengendalian............................................................................. 14
3.2.2. Hama Tanaman Kentang (Ulat Tanah)................................. 16
A.   Taksonomi................................................................................... 16
B.   Sebaran dan Arti Ekonomi....................................................... 16
C.   Morfologi dan Anatomi.............................................................. 17
D.   Siklus Hidup................................................................................ 17
E.   Ekologi......................................................................................... 19
F.    Gejala Serangan........................................................................ 19
G.   Pengendalian............................................................................. 19
BAB IV PENUTUP..................................................................................... 20
4.1. Kesimpulan.......................................................................................... 20
4.2. Saran..................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN






DAFTAR GAMBAR
No                                                        Teks                                           Halaman
Lampiran
1.    Gambar penyakit hawar daun pada tanaman kentang.......................... 22
2.    Gambar hama ulat tanah pada tanaman kentang.................................. 22
3.    Gambar penyakit tanaman pada komoditas utama................................. 23
4.    Gambar hama tanaman pada komoditas utama...................................... 23
5.    Gambar pada saat praktik lapang terpadu................................................ 24


BAB I. PENDAHULUAN
1.1.        Latar Belakang
Praktikum merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh seluruh universitas, khususnya Universitas Muhammadiyah Parepare yang menggunakan praktikum lapang sebagai salah satu agenda tahunan khususnya Fakultas Pertanian untuk berkunjung di salah satu daerah yang menjadi pusat pertanian, yang telah di lakukan di desa Patappang, kecamatan Tinggi Moncong, kabupaten Gowa Sulawesi Selatan. Selain itu, agar mahasiswa dapat lebih memahami dan mencocokkan teori yang telah di dapat di kelas dengan yang ada di lapangan dan juga sebagai bentuk pembelajaran bagi mahasiswa agar secara langsung terjun ke lapangan dan mengetahui secara lebih detail bentuk penyakit dan hama pada tumbuhan serta mengetahui cara pengendalian yang harus di lakukan khususnya dalam pertanian.
Kentang (Solanum tuberosum L.) termasuk ke dalam family Solanaceae, ordo Tubiflorae, Sub Kelas Dycotyledoneae, Kelas Angiospermae dan divisi Spermatophyta. Bersifat musiman, umbi dibentuk pada bagian batang yang disebut sebagai rhizoma (Iskandar, 1997). Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu tanaman penunjang program diversifikasi pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Sebagai bahan makanan, kandungan nutrisi umbi kentang dinilai cukup baik, yaitu mengandung protein berkualitas tinggi, asam amino esensial, mineral, dan elemen-elemen mikro, di samping juga sumber vitamin C (asam askorbat), beberapa vitamin B (tiamin, niasin, vitamin B6), dan mineral P, Mg, dan K (Cahyadi, 2009). Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) umumnya rentan terhadap 300 jenis hama dan penyakit, baik yang disebabkan oleh virus, bakteri maupun cendawan. Penyakit ini disebarkan melalui benih, tanah, alat-alat lapang dan juga serangga sebagai vektor. Menurut Mendroza (1987) dalam Sugiarto (2001) tiga penyakit utama yang sangat sukar dikendalikan adalah penyakit degenerasi virus, penyakit hawar daun (Phytophthora infestan (Mont.) de Bar) yang disebabkan oleh fungi/jamur dan penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum).
1.2 Tujuan Praktikum
1.    Untuk mengetahui beberapa penyakit yang menyerang tanaman Kentang?
2.    Untuk mengetahui jenis hama yang menyerang tanaman kentang?
3.    Menyesuaikan teori yang diperoleh di bangku kuliah dengan yang ada di lapangan
1.3 Manfaat
1.    Dapat mengetahui penyakit yang menyerang tanaman kentang.
2.    Dapat menyelesaikan masalah petani kentang terkait dengan hama pada tanaman kentang.
3.    Mengaplikasikan materi di bangku kuliah langsung ke lapangan.


BAB II. KEADAAN UMUM LOKASI PKL
Praktek Lapang Terpadu di lakukan di Desa Patappang, Kecamatan Tinggi Moncong Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan. Dengan keadaan morfologi alam yaitu beriklim, di mana suhu rata-rata 15-20oC dengan rata-rata 2.800 - 3.000 . dengan kemiringan rata-rata 25 – 30oC. Karakteristik tanah lempeng berpasir dengan ketinggian 1.500 M di atas permukaan laut. Dengan batas-batas lokasi:
-          Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tonasa
-          Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kandreapia
-          Sebelah Selatan berbatasan dengan Kel. Bulu Tanah/ G.N.Bawakaraeng
-          Sebelah Barat berbatasan dengan Kel. Malino
Adapun kondisi demografi lokasi yaitu, dengan jumlah penduduk 2.717/ 880 KK, di mana wanita sebanyak 1.411 dan pria sebanyak 1.306/ 880 KK. Dengan mata pencaharian utama petani 90% dan PNS 10%. Mayoritas agama Islam, dan tingkat pendidikan putus sekolah (-), tamat SD 2.173 orang, tamat SLTP  272 orang, tamat SMU  136 orang dan S1 sebanyak 136 orang.



BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
Praktik Lapang Terpadu di lakukan di Desa Patappang, Kecamatan Tinggi Moncong, Kabupaten Gowa mengutamakan komoditas tanaman kentang, wortel dan kubis. Adapun tanaman lain yang dibudidayakan yaitu strowberry, tanaman sawi dan markisa. Dengan kondisi pertanaman terdapat berbagai hama yang menyerang tanaman komoditas utama yaitu lalat penggorok daun, lalat putih dan ulat tanah. Serta hama yang menyerang tanaman budidaya yaitu ulat tanah, kepik kuning, ulat daun dan musuh-musuh alami seperti tipogramma, tawon dan laba-laba. Dengan penyakit hawar dau, layu daun dan busuk daun pada tanaman komoditas utama. Sedangkan pada tanaman budidaya jenis penyakit yang menyerang tanaman biasanya akar merah, busuk daun, dan layu.
Phytophthora infestans (Mont.) de Bary merupakan pathogen yang tergolong kelas Oomycetes, ordo Peronosporales dan family Pythiaceae. Phytophthora infestans (Mont.) de Bary dikenal sebagai pathogen yang menyerang tanaman kentang. Hal ini sesuai dengan literatur Listanto (2010) yang menyatakan bahwa Phytophthora infestans (Mont.) de Bary merupakan pathogen yang tergolong kelas Oomycetes, ordo Peronosporales dan family Pythiaceae. Phytophthora infestans (Mont.) de Bary dikenal sebagai pathogen yang menyerang tanaman kentang dengan menyebabkan timbulnya busuk daun atau hawar daun. Penyakit ini telah menjadi perhatian serius oleh para pemulia kentang di seluruh dunia. Penyakit ini dapat menyebabkan kegagalan panen, penurunan hasil, kehilangan dalam penyimpanan dan peningkatan biaya proteksi tanaman.
Penyakit hawar daun sangat merusak dan sulit dikendalikan,  karena P. infestans merupakan jamur pathogen yang memiliki patogenisitas beragam. Hal ini sesuai dengan literatur Purwanti (2002) yang menyatakan bahwa Penyakit hawar daun sangat merusak dan sulit dikendalikan, karena P. infestans merupakan jamur pathogen yang memiliki patogenisitas beragam. Pada umumnya pathogen ini berkembang biak secara aseksual dengan oospora.
3.2 Pembahasan
3.2.1. Penyakit Tanaman pada Kentang (Hawar Daun)
A.   Taksonomi
Sistematika Penyakit Hawar Daun pada tanaman family Solanaceae (Phytophthora infestans) sebagai berikut :
Kingdom         :           Chromalveolata
Divisio             :           Eukaryota
Kelas               :           Oomycetes
Ordo                :           Peronosporales
Famili              :           Pyhtiaceae
Genus              :           Phytophthora
Spesies            :           Phytophthora infestans
B.   Sebaran dan Arti Ekonomi
Peyakit hawar daun dapat masuk kedaerah baru melalui umbi bibit terinfeksi atau tanaman family Solanaceae seperti tomat, cabai, dan terung yang terinfeksi. Penyakit ini menunjukkan gejala pada daun, dimana terdapat bercak seperti basah berwarna hijau terang kemudian berubah menjadi coklat yang kemudian seluruhnya tertutupi bercak ini. Bias juga menyerang kentang melalui spora yang jatuh ketanah. (Sugiarto, 2001).
Adapun dari segi ekonomis penyakit hawar daun ini sangat merugikan para petani, di mana pada masa pertumbuhan khususnya kentang yang berumur kurang dari 4 minggu sangat mengganggu pertumbuhan kentang yang dapat mengakibatkan turunnya nilai ekonomis dari buah kentang tersebut. Tetapi, pada saat tanaman kentang sudah berumur 5 sampai 6 minggu maka penyakit hawar daun ini sudah tidak mengganggu lagi, karena pada umur tersebut tanaman kentang sudah rentan dengan penyakit. Sehingga tanaman kentang tidak rusak dan nilai ekonominya pun tidak menurun.
C.   Morfologi dan Anatomi
Phytophthora infestans memiliki bentuk miselium interseluler tidak bersekat, mempunyai banyak houstorium. Konidiofor keluar dari mulut kulit,berkumpul 1-5, dengan percabangan simpodial, mempunyai bengkakan yangkhas. Konidium berbentuk buah peer, 22-32 x 16-24 µm, berinti banyak 7-32. Konidium berkecambah secara tidak langsung denganmembentuk hifa (benang) baru, atau secara tidak langsung dengan membantuk spora kembara, konidium dapat juga disebut sebagai sporangium atau zoosporangium. Cendawan ini dapat membentuk oospora meskipun agak jarang. Miselium Phytophthora infestans yang terdiri dari benang-benang hifa yang tidak bersekat dan mengandung banyak inti yang diploid (Brasier & Sansome, 1975), tumbuh diantara sel-sel tanaman inang.  Makanan diperoleh dari dalam sel yang diserap oleh kaki miselium.
D.   Siklus hidup Phytophthora infestans
Cendawan Phytophthora infestans dapat mempertahankan diri dari musim kemusim dalam umbi-umbi yang sakit, jika umbi yang sakit ditanam, cendawan ini dapat naik ke tunas muda yang baru saja tumbuh dan membentuk banyak konidium atau sporangium. Demikian pula umbi-umbi sakit yang dibuang, dalam keadaan yang cocok dapat bertunas dan menyebarkan konidium. Karena cendawan ini dapat membentuk oospora, maka cendawan dapat mempertahankan diri dalam bentuk ini juga, dan konidium dapat dipencarkan oleh angin dari sumber infeksi ke tanaman lain.
Daur hidup dimulai saat sporangium terbawa oleh angin. Jika jatuh pada setetes air pada tanaman yang rentan, sporangium akan mengeluarkan spora kembara (zoospora), yang seterusnya membentuk pembuluh kecambah yang mengadakan infeksi. Ini terjadi ketika berada dalam kondisi basah dan dingin yang disebut dengan perkecambahan tidak langsung. Spora ini akan berenang sampai menemukan tempat inangnya. Ketika keadaan lebih panas, Phytophthora infestans akan menginfeksi tanaman dengan perkecambahan langsung, yaitu germ tube yang terbentuk dari sporangium akan menembus jaringan inang yang akan membiarkan parasit tersebut untuk memperoleh nutrient dari tubuh inangnya.
E.   Ekologi Penyakit Hawar Daun
Pembentukan dan perkecambahan sporangium selain tergantung pada suhu dan kelembapan relatif pada saat tersebut, juga kematangan sporangium. Sporangium dibentuk pada suhu 3-260C dengan kelembaban relative diatas 90%. Sporangium akan berkecambah apabila ada air bebas pada permukaan infeksi dnegan suhu 10-150C, setelah berkecambah berbentuk kecambah yang akan mempenetrasi jaringan pada suhu 15-250C dan memerlukan waktu sekitar 2-2,5 jam, segera setelah itu akan terbentuk miselium di dalam jaringan dnegan suhu optimum sekitar 14-210C, suhu di atas 300C menghentikan perkembangan dari cendawan sporangium akan kehilangan viabilitasnya setelah 3-6 jam pada kelembaban di bawah 80% (Iskandar, 1997).


F.    Gejala Serangan
Penyakit hawar daun kentang disebabkan oleh cendawan Phytophthora infestans , yang semula disebut Botrytis infestans Mont. Miselium interseluler tidak bersekat, mempunyai banyak houstorium. Konidiofor keluar dari mulut kulit, berkumpul 1-5, dengan percabangan simpodial, mempunyai bengkakan yang khas. Konidium berbentuk buah peer, 22-32 x 16-24 µm, berinti banyak 7-32. Konidium berkecambah secara tidak langsung dengan membentuk hifa (benang) baru, atau secara tidak langsung dengan membantuk spora kembara, konidium dapat juga disebut sebagai sporangium atau zoosporangium. Cendawan ini dapat membentuk oospora meskipun agak jarang.
Jamur Phytophthora infestans diketahui mempunyai banyak ras fisiologi. Gejala awal bercak pada bagian tepi dan ujung daun, bercak melebar dan terbentuk daerah nekrotik yang berwarna coklat. Bercak dikelilingi oleh massa sporangium yang berwarna putih dengan belakang hijau kelabu. Serangan dapat menyebar ke batang, tangkai dan umbi. Perkembangan bercak penyakit pada daun paling cepat terjadi pada suhu 18˚C – 20˚C. Pada suhu udara 30˚C perkembangan bercak terhambat. Oleh karena itu di dataran rendah ( kurang dari 500 dpl ) penyakit busuk daun tidak merupakan masalah. Epidemi penyakit busuk daun biasanya terjadi pada suhu 16˚C – 24˚C. Didataran tinggi di Jawa, busuk daun terutama berkembang hebat pada musim hujan yang dingin, antara bulan Desember dan Februari.
Daun-daun yang sakit mempunyai bercak-bercak nekrotik pada tepi dan ujungnya. Kalau suhu tidak terlalu rendah dan kelembaban cukup tinggi, bercak-bercak tadi akan meluas dengan cepat dan mematikan seluruh daun. Bahkan kalau cuaca sedemikian berlangsung lama, seluruh bagian tanaman di atasakan mati. Dalam cuaca yang kering jumlah bercak terbatas, segera mengering dan tidak meluas. Umumnya gejala baru tampak bila tanaman berumur lebih dari satu bulan, meskipun kadang-kadang sudah terlihat pada tanaman yang berumur 3 minggu.
Pembentukan penyakit busuk daun ini bervariasi sesuai kondisi lingkungan. Kelembaban relative, suhu, intensitas cahaya, dan pemeliharaan kentang itu sendiri akan mempengaruhi gejala yang timbul. Daun yang sakit terlihat berbecak – bercak pada ujung dan tepi daunnya dan dapat meluas ke bawah serta mematikan seluruh daun dalam waktu 1 sampai 4 hari; hal ini terjadi jika udara lembab. Bila udara kering jumlah daun yang terserang terbatas, bercak – bercak tetap kecil dan jadi kering dan tidak menular ke daun lainnya.
G.   Pengendalian
Pengendalian penyakit Hawar Daun sangat tergantung pada perlakuan fungisida, yang dapat diaplikasikan sampai 18 kali permusim tanam sehingga selain mengurangi keuntungan petani, juga sangat beresiko terhadap kesehatan dan pencemaran lingkungan. Untuk itu dibutuhkan upaya alternative penanggulangan penyakit hawar daun tanpa menggunakan fungisida. Sebagai contoh Negara Equador untuk menanggulangi penyakit ini, petani mengeluarkan biaya hingga $150 per-hektar untuk penyemprotan fungisida. Sedangkan di Indonesia peggunaan biaya untuk fungisida $224 per-hektar. Fungisida kontak yang paling popular digunakan adalah manozeb dan maneb, sedangkan fungisida sistemik yaitu curzate dan acrobat. Selain itu ada juga digunakan fungisida daconil.
Pengendalian terhadap penyakit Hawar Daun yang paling efektif yang ramah lingkungan adalah dengan mengupayakan mekanisme ketahanan yang bersifat alami. Metode klasik untuk menghasilkan tanaman yang memiliki ketahanan terhadap penyakit yaitu dengan melibatkan gen ketahanan melalui program pemuliaan baik dengan pemuliaan konvensional melalui hibridisasi antara tanaman kentang budidaya yang resisten terhadap penyakit dengan tanaman kentang tipe liar yang memiliki ketahanan alami terhadap penyakit Hawar daun, atau melalui pendekatan teknologi DNA-Rekombinan untuk mengasilkan tanaman transgenic yaitu dengan memasukkan gen tahan penyakit HD pada tanaman kentang Budidaya (Lengkong, 2008).
3.2.2. Hama Tanaman Pada Kentang (Ulat Tanah)
A.   Taksonomi
Kingdom                             :  Animalia
Filum
                                   :  Arthropoda
Kelas
                                   :  Insecta
Ordo
                                    :  Lepidoptera
Famili
                                  :  Noctuidae
Genus                                 :  Agrotis
Spesies                               :  Agrotis ipsilon
B.   Sebaran dan Arti Ekonomi
Hama ulat tanah tersebut menyebar di daerah sentra produksi tomat. Selain menyerang tanaman tomat, ulat tanah juga menyerang tanaman jagung, padi, tembakau, tebu, bawang, kubis, kentang dan sebagainya. Hama Agrotis epsilon menyerang tanaman saat masih muda dengan cara memotong pangkal batang tanaman. Hama ini tergolong hama aktif di malam hari, saat siang harinya bersembunyi di dalam tanah. Larva yang baru menetas biasanya merusak jaringan daun, setelah dewasa ulat pindah ke dalam tanah kemudian memotong tanaman muda di lahan. Serangga dewasa berupa kupu-kupu berwarna gelap. Daur hidup dalam satu generasi berlangsung selama 28-42 hari. Sehingga sangat menurunkan nilai ekonomis suatu tanaman yang di serang, karena menimbulkan tanaman menjadi rusak.
C.   Morfologi dan Anatomi
Umumnya ngengat Famili Noctuidae menghindari cahaya matahari dan bersembunyi  pada permukaan bawah daun. Sayap depan berwarna dasar coklat keabu-abuan dengan  bercak-bercak hitam. Pinggiran sayap depan berwarna putih. Warna dasar sayap  belakang putih keemasan dengan pinggiran berenda putih. Panjang sayap depan berkisar 16 -19 mm dan lebar 6 - 8 mm. Ngengat dapat hidup paling lama 20 hari. Apabila diganggu atau disentuh, ngengat menjatuhkan diri pura-pura mati. Perkembangan dari telur hingga serangga dewasa rata-rata berlangsung 51 hari. Telur diletakkan satu-satu atau dalam kelompok. Bentuk telur seperti kerucut terpancung dengan garis tengah pada bagian dasarnya 0,5 mm. Seekor betina dapat meletakkan 1.430 - 2.775 butir telur. Warna telur mula-mula putih lalu berubah menjadi kuning, kemudian merah disertai titik coklat kehitam-hitaman pada puncaknya. Titik hitam tersebut adalah kepala larva yang sedang berkembang di dalam telur. Menjelang menetas, warna telur  berubah menjadi gelap agak kebiru-biruan. Stadium telur berlangsung 4 hari.
D.   Siklus Hidup
Telur diletakkan satu-satu atau dalam kelompok. Bentuk telur seperti kerucut terpancung dengan garis tengah pada bagian dasarnya 0,5 mm. Seekor betina dapat meletakkan 1.430 - 2.775 butir telur. Warna telur mula-mula putih lalu berubah menjadi kuning, kemudian merah disertai titik coklat kehitam-hitaman pada puncaknya. Titik hitam tersebut adalah kepala larva yang sedang berkembang di dalam telur. Menjelang menetas, warna telur berubah menjadi gelap agak kebiru-biruan. Stadium telur berlangsung 4 hari.
Larva menghindari cahaya matahari dan bersembunyi di permukaan tanah kira-kira sedalam 5 - 10 cm atau dalam gumpalan tanah. Larva aktif pada malam hari untuk menggigit pangkal batang.  Larva yang baru keluar dari telur berwarna kuning kecoklat-coklatan dengan ukuran panjang berkisar antara 1 - 2 mm.  Sehari kemudian larva mulai makan dengan menggigit permukaan daun.  Larva mengalami 5 kali ganti kulit.  Larva instar terakhir berwarna coklat kehitam­-hitaman.  Panjang larva instar terakhir berkisar antara 25 - 50 mm.  Bila larva diganggu akan melingkarkan tubuhnya dan tidak ­bergerak seolah-olah mati.  Stadium larva berlangsung sekitar 36 hari. Pembentukan pupa terjadi di permukaan tanah. Pupa berwarna cokelat terang atau cokelat gelap. Lama stadia pupa 5 – 6 hari.
 Imago. Umumnya ngengat Famili Noctuidae menghindari cahaya matahari dan bersembunyi pada permukaan bawah daun.  Sayap depan berwarna dasar coklat keabu-abuan dengan bercak-bercak hitam.  Pinggiran sayap depan berwarna putih.  Warna dasar sayap belakang putih keemasan dengan pinggiran berenda putih.  Panjang sayap depan berkisar 16 -19 mm dan lebar 6 - 8 mm. Ngengat dapat hidup paling lama 20 hari. Apabila diganggu atau disentuh, ngengat menjatuhkan diri pura-pura mati. Perkembangan dari telur hingga serangga dewasa rata-rata berlangsung 51 hari.
E.   Ekologi
Larva menghindari cahaya matahari dan bersembunyi di permukaan tanah kira-kira sedalam 5 - 10 cm atau dalam gumpalan tanah. Larva aktif pada malam hari untuk menggigit pangkal batang. Larva yang baru keluar dari telur berwarna kuning kecoklat-coklatan dengan ukuran panjang berkisar antara 1 - 2 mm. Sehari kemudian larva mulai makan dengan menggigit permukaan daun. Larva mengalami 5 kali ganti kulit. Larva instar terakhir berwarna coklat kehitam-hitaman. Panjang larva instar terakhir berkisar antara 25 - 50 mm. Bila larva diganggu akan melingkarkan tubuhnya dan tidak bergerak seolah-olah mati. Stadium larva berlangsung sekitar 36 hari. Pembentukan pupa terjadi di permukaan tanah.
F.    Gejala Serangan
Larva merupakan stadia perusak yang aktif pada malam hari untuk mencari makan dengan menggigit pangkal batang. Tanaman yang terserang adalah tanaman-tanaman muda. Pangkal batang yang digigit akan mudah patah dan mati. Di samping menggigit pangkal batang, larva yang baru menetas, sehari kemudian juga menggigit permukaan daun. Ulat tanah sangat cepat pergerakannya dan dapat menempuh jarak puluhan meter.  Seekor larva dapat merusak ratusan tanaman muda.
G.   Pengendalian
a.    Dilakukan penyemprotan di sekitar tanaman, hingga bisa menyasar pada hamanya. Pestisida yang digunakan adalah Bayrusil 0,3% dan Phasvel dengan konsentrasi 0,1%.
b.    Secara mekanis, dilakukan pembongkaran pada tanah tersebut kemudian ulatnya dibunuh.
c.    Penggunaan musuh alami misalnya Tritaxys braurei, Cuphocera varia dan jamur misalnya Botrytis sp.
BAB IV. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1.    Penyakit hawar daun   pada tanaman famili Solanaceae disebabkan oleh jamur  Phytophthora infestans.
2.    Phytophthora infestans memiliki gejala serangan yaitu luka pada daun dengan bentuk yang tidak beraturan dan berwarna gelap setelah 3-5 hari terinfeksi.
3.    Hama yang menyerang tanaman kentang adalah Ulat Tanah.
4.    Pengendalian yang dilakukan untuk mengatasi hama ulat tanah pada kentang.
4.2. Saran
1.    Agar praktek lebih efektif, seharusnya waktu yang disiapkan lebih lama, agar mahasiswa dapar belajar secara mendalam.
2.    Sebaiknya praktikum sekali-kali dilakukan di luar pulau yang tingkat pertaniannya lebih maju.





DAFTAR PUSTAKA
Andriani, O. ; Agustin, R. ; Romlah, S.N. ; Zulkha, V. T., 2010. Budidaya Kentang. Diakses dari http://www.scribd.com/kentang/8528tu8twe/ .


Cahyadi, A, 2009. Simulasi Model Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum) dan Prediksi Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang (Phytophthora infestans). diakses dari http://www.repository.usu.ac.id/si/.








Iskandar, Y.S., 1997. Peranan Agens Antagonis Pseudomonas spp. Kelompok Fluorescens Terhadap Perkembangan Penyakit Hawar Daun Kentang (Phytophthora infestans (Mont.) de Bary). Diakses dari http://www.studentpaper.ub.ac.id/78525925/.


Lengkong, E.F., 2008. Penyakit Hawar Daun (Late Blight) : Permasalahan, Identifikasi dan Seleksi Tanaman Tahan Penyakit. diakses dari http://www.scribd.com//kentang/42348/$%.


Listanto, E., 2010. Ekspresi Gen RB pada Tanaman Kentang Kultivar Granola untuk Meningkatkan Ketahanan terhadap Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans (Mont.) de Bary). Diakses dari http://www.studentpaper.ub.ac.id/78525925/.


Nelson, S.C., 2008. Late Blight of Tomato (Phytophthora infestans). Diakses dari http://www.scribd.com//kentang/42348/$%.


Purwanti, H, 2002. Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans (Mont.) de Bary) pada Kentang dan Tomat : Identifikasi Permasalahan di Indonesia.  diakses dari http://repository.ipb.ac.id/.
Sugiarto, A, 2001. Uji Kultivar Hasil Radiasi dan Introduksi Beberapa Kultivar Kentang (Solanum tuberosum L.).  Diakses dari http://repository.ipb.ac.id/.


Warda, 2008. Hama dan Penyakit pada Tanaman Kentang di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan.  diakses dari http:/scribd/kentnag+sakit/4284728.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar